04 August 2016

I Love You, Child

“Cel, kamu beli baju lagi ?” Tanya Seline
“Iya, ma.”
“Bukannya baru 2 minggu yang lalu kamu beli baju. Buat apa beli lagi. Yang kemarin dibeli juga kan belum dipake.”
“Ya, ga apa-apa dong ma. Kan buat cadangan.”
“Ma, beliin aku BB.” Ucap Celia
“Buat apa BB ? Kamu kan uda punya handphone yang dikasih sama Tante Dian waktu kamu ulang tahun kemaren ?”
“Tapi aku mau BB ma. Temen-temen aku pada beli BB. Jadinya kan mereka bisa ngobrol terus dan banyak fasilitas lainnya yang ga ada di handphoneku ini.”
“Tapi kamu tau kan mama ga punya uang untuk beli BB. Sejak papa kamu meninggal, untuk sekolah dan makan kita sehari-hari saja mama harus kerja banting tulang. Tolong dong ngertiin keadaan keluarga kita.” Ucap Seline dengan memohon
“Tapi ma, aku pengen beli BB.” Ucap Celia dengan setengah memaksa
“Mama ga bisa beliin kamu BB. Kamu ngerti ga sih mama omongin sekali. Udah pake dulu handphone yang ada. Kamu tuh hidup foya-foya aja. Inget Cel, mama kamu tuh bukan orang kaya. Kamu tuh harus hidup hemat.”
“Ya, ceramah lagi deh. Mama ga mau beliin aku BB, ya uda ga apa-apa.” Ucap Celia
“Kamu tuh ya kalau dibilangin malah ngelawan.” Lanjut Seline, “Mama sedih punya anak yang suka ngelawan. Kapan sih Cel kamu bisa nurut sama mama.”
“Aku juga sedih kenapa papa meninggal. Kenapa aku harus dilahirin di keluarga miskin seperti ini.” Ucap Celia sambil meninggalkan ibunya yang mengurut-urut dada melihat kelakuan anak semata wayangnya ini.
***

Seline terdiam menatap kepergian anak semata wayangnya dengan sedih. Dia merasa tidak berdaya dan tidak tau apa yang harus dilakukan untuk dapat memberikan apa yang diinginkan anak kesayangannya ini. Sejak kepergian suaminya, Seline terpaksa harus menjadi single parent mengurus Celia. Sejak saat itu, ia harus bekerja keras demi memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka berdua dan untuk membayar biaya sekolah Celia.
Di dalam hati kecilnya, dia sangat merasa sedih. Di satu sisi dia sedih karena tidak dapat memberikan apa yang diinginkan anaknya. Di satu sisi yang lain dia sedih karena anak yang sangat disayanginya marah kepada dirinya.
“Cel, makan yu.” Ajak Seline
“Belom laper ma.” Ucap Celia dengan ketus
“Kamu kenapa sih ? Koq jawab mama dengan ketus gitu ?” Tanya Seline
“Ga apa-apa koq ma.”
“Kamu masih marah ya sama mama karena ga bisa beliin kamu BB ?” Tanya Seline lagi
“Ngga. Biasa aja.”
“Mama janji kalau mama uda punya uang, mama akan beliin kamu blackberry… Tapi sekarang Mama lagi belum punya uang. Jadi kamu sabar dulu ya.”
“Udah deh ma. Jangan janji-janji sama aku. Waktu dulu mama juga janji beliin handphone buat aku. Buktinya, bukan mama kan yang beliin tapi tante Dian.” Lanjut Celia, “Aku tidur dulu.”
***

Tuhan, maafkan aku tidak menjadi ibu yang baik bagi Celia. Aku tidak dapat memberikan apa yang dia inginkan. Tuhan, ini sungguh berat sejak kepergian Andri. Tuhan, aku ngerasa tidak sanggup lagi hidup di dunia ini. Aku ingin pergi ke tempatMu, sehingga aku tidak usah sedih lagi. Tapi bagaimana dengan Celia kalau aku tidak ada. Dia tidak punya siapa-siapa lagi selain aku. Tuhan, tolong berikan aku kekuatan dalam menjalani semua ini.
***

“Di, ada lowongan kerja ga buat aku ?” Tanya Seline pada Dian, temannya
“Memang kenapa ? Bukannya kamu sekarang sudah kerja di toko makmur ?” Tanya Dian
“Iya, tapi aku masih butuh uang. Uang yang aku dapet di tempatku bekerja sekarang tidak mencukupi kebutuhanku.” Ucap Seline dengan wajah sedih
“Emang kenapa lagi sih Sel ?” Lanjut Dian, “Apalagi yang diminta sama Celia sekarang ?”
“Ngga, kok. Aku hanya merasa aku perlu uang tambahan untuk keperluan rumah tanggaku.”
“Aku denger dari temenku sih dia ada lowongan untuk jaga mini marketnya. Jadwal kerjanya juga shift lagi.”
“Gajinya gimana ?”
“Ya, lumayan besar sih. Temanku ini orangnya tidak pelit, kalau kamu kerjanya bagus, pasti dia ga akan pelit. Kamu juga bisa minta giliran malem, kan kamu siangnya kerja juga.”
“Kalau gitu, aku mau kerja disana dong.”
“Ok, nanti aku kabarin kamu lagi.”
“Thanks ya Di.”
“Sama-sama Sel.”
***

Sudah beberapa hari ini sepulang aku bekerja di Toko Makmur, aku bekerja di mini market milik teman Dian. Seperti yang dikatakan Dian kepadaku, bos baruku ini baik sekali. Oleh karena pekerjaan baruku ini, hampir tiap hari aku pulang larut malam. Aku tidak sempat bercakap-cakap dengan Celia karena Celia sudah tidur ketika aku pulang bekerja. Kadang disaat dia belum tertidur kami tidak mengobrol seperti biasanya. Mungkin dia masih kesal karena mamanya ini tidak mampu memenuhi apa yang jadi keinginannya.Bukan aku tidak ingin memberikan apa yang diinginkan oleh anak semata wayangku ini, namun terkadang aku tak mampu untuk memberikannya. Karena uang gajiku hanya cukup untuk kebutuhan makan kami sehari-hari dan membayar uang sekolah Celia.
***

“Seline, kenapa mukamu pucat ?” Tanya bu Sari, majikannya di minimarket.
“Tidak apa-apa, bu. Mungkin saya hanya kurang tidur semalam.” Lanjut Seline, “Bu, saya bersihkan wc dulu ya mumpung toko sepi.”
“Sudah, tidak usah Sel. Besok saja sama Mbak Ijah. Dia hari ini tidak bisa masuk karena ada pernikahan anaknya, tapi besok pasti dia masuk. Tidak apa-apa tidak dibersihkan sehari.”
“Tidak apa-apa, bu. Mumpung sepi juga.”
“Baiklah kalau kamu memaksa.”
Seline masuk ke toilet dan segera mengambil sikat untuk membersihkan tanah. Namun, tiba-tiba kepalanya terasa pusing dan matanya berkunang-kunang. Ia mencoba untuk bertahan, namun kakinya terasa lemah dan tidak sanggup menahan berat badannya.
Brukkk… Ia jatuh terduduk di lantai toilet.
“Tuhan, aku tidak mau meninggalkan Celia. Tolong aku, Tuhan…” Ucap Seline setengah tersadar sebelum akhirnya ia pingsan.
***

Sesusah apapun orang tua, mereka selalu berusaha memberi yang terbaik untuk anak-anaknya. Mereka memilih untuk menderita agar anaknya bahagia. Mereka memilih untuk tidak makan agar anaknya bisa makan. Mereka memilih untuk menyimpan beban mereka di dalam hatinya agar anaknya tidak terbebani. Mereka memilih menahan sakit yang dirasakan oleh tubuh mereka agar tidak merepotkan anak-anak mereka.
Sungguh besar kasih sayang mereka, bahkan mungkin dengan cara yang tidak anak-anaknya pahami. Sayangilah orang tuamu selama kamu masih diberikan kesempatan oleh Tuhan bersama mereka.
***

Bersambung dengan cerita I'm sorry, Mom...

No comments:

Post a Comment