Segala hal bisa terjadi di dalam hidup ini. Baik itu hal yang baik maupun hal yang buruk. Baik itu hal yang mendatangkan sukacita maupun dukacita. Baik itu hal yang menguntungkan kita maupun hal yang merugikan kita. Diterima kerja di bidang dan tempat yang kita tuju, diterima cintanya oleh pria/wanita yang kita idamkan, hidup bahagia sampai tua, perceraian, KDRT, bahkan ditinggal oleh orang yang kita sayangi karena kematian. Semuanya mungkin dan pasti bisa terjadi.
Karena hidup ini terlalu kompleks dan hidup ini selalu dipenuhi ketidak pastian. Misalkan, kita sudah mematuhi rambu lalu lintas, namun bisa saja kecelakaan terjadi karena ada orang lain yang tidak mematuhi rambu lalu lintas. Atau kita memasuki sebuah hubungan dengan itikad yang baik dan membawa diri kita yang sudah pulih dari luka masa lalu, namun bisa saja pasangan kita belum pulih atau berkarakter buruk. Segalanya mungkin bisa terjadi.
Memang ada hal-hal yang di luar kendali kita, namun tentu saja ada hal-hal yang menjadi tanggung jawab kita, yaitu respon kita ketika menghadapi kesulitan tersebut.
Sebagai contoh, misal di usia kita yang sudah matang kita masih jomblo. Di saat orang-orang yang kita kenal sudah memiliki pasangan bahkan mereka sudah membangun keluarga dan mempunyai keturunan. Apakah respon kita? Mungkin ada orang-orang yang menerima dan mensyukuri keadaannya. Namun, mungkin ada juga yang menjadi nelangsa karena di usia tertentu masih belum mendapat pasangan.
Atau mungkin ada yang sudah menikah, namun merasa tidak bahagia di dalam pernikahan tersebut. Mau cerai tapi ingat komitmen yang sudah dibuat di hadapan Tuhan, tapi kok rasanya seperti neraka menjalani pernikahan itu. Lalu, apa yang menjadi respon kita? Apakah kita mencoba bertahan dan memperbaiki? Atau kita memilih untuk kabur?
Semuanya kembali lagi kepada respon kita...
Saya teringat pengalaman saya beberapa tahun yang lalu, yang membuat saya mengingat adanya hasil yang berbeda tergantung dari respon yang kita ambil.
Jadi ceritanya, pada saat itu saya memiliki rekan sekerja yang baru. Kami berbeda 5 tahun. Saya ini tipe orang yang jarang konflik sama orang dan selama bekerja disana, baru kali itu saya konflik dengan seseorang. Saya tidak bisa cerita detail konflik apa yang saya alami dengan dia. Namun, yang saya rasa, kami memiliki perbedaan sudut pandang mengenai apa yang penting dan tidak penting. Bagi saya, hal itu hal kecil yang ga perlu dipermasalahkan apalagi sampai dijadikan konflik. Tapi tidak bagi dia. Waktu kami berkonflik, tiba-tiba suasana ruangan menjadi dingin. Dia yang biasa suka ngobrol dengan saya, tiba-tiba jadi diam seribu bahasa dan suasana ruangan itu menjadi mencekam (itu yang saya rasakan). Waktu saya tanya, dia jawab pendek-pendek dengan wajah judes. Kalau ketemu di luar dia menganggap saya tidak ada sekalipun saya ada di depan mata dia.
Pada saat itu saya mempunyai pilihan bagaimana saya harus berespon...
Saya bisa saja memilih ego saya, toh saya yang lebih lama kerja disana dan secara umur juga saya lebih tua. Biarin aja dia mau kaya gitu, saya bisa bikin dia ga nyaman kerja sama saya. Saya balas apa yang sudah dia lakukan. Toh, kalau mau dibilang kerjaan dia juga ga sempurna, masih ada yang salah. Namun, saya tidak memilih untuk melakukan ini, karena saya berpikir kalau saya memilih ini, apa bedanya saya sama dia?
Lalu, apa yang menjadi pilihan saya?
Saya memilih untuk mendatangi dia dan meminta maaf. Sesungguhnya saat saya mengambil pilihan ini, ego saya seperti sedang dihancurkan dan rasanya ga nyaman untuk datang meminta maaf padahal saya rasa kesalahan yang saya buat hanya karena perbedaan penting dan tidak penting bagi setiap orang, sehingga kalau buat saya itu ga seharusnya sampai jadi konflik dan perang dingin. Saya coba ajak dia bicara. Saya bilang sama dia kalau saya masih manusia dan ga lepas dari kesalahan. Kalau ada yang ga disuka dari sikap dan perkataan saya, ya ngomong, jangan tiba-tiba jadi dingin dan diam seribu bahasa. Karena saya ga akan tahu saya salah apa, kalau saya ga dikasih tau. Toh, kita sama-sama kerja disini, jadi mari kita bangun hubungan yang baik.
Setelah kejadian itu, hubungan kami lebih baik. Saya mencoba memahami dia, mencari tahu apa yang dia suka dan tidak, mencoba berhati-hati untuk tidak melewati batasan dia. Begitu juga sebaliknya. Dia juga pasti mencoba memahami saya dan belajar untuk mengerti bahwa saya sama sekali tidak ada maksud buruk kepada dia lewat sikap saya.
Dan akhirnya, setelah 1 tahun berlalu dan dia memiliki tujuan lain di dalam hidupnya dan tidak melanjutkan di tempat kerja saya, kami memiliki ending yang manis. Tanpa konflik, tanpa beban, tanpa sakit hati dan no hard feeling. Yang ada rasa syukur karena pernah punya kesempatan untuk bekerja sama. Bahkan setelah kami tidak berada di tempat kerja yang sama, kadang-kadang kami masih suka kontak.
Sejak hari itu, saya terus diingatkan betapa pentingnya respon yang kita buat menghadapi situasi apapun. Saya berdoa semoga kita semua memiliki respon yang benar menghadapi apapun yang terjadi di dalam hidup kita.
*buat rekan sekerja saya, kalau kamu baca ini.. Saya bersyukur pernah bekerja sama dengan kamu dan bisa belajar banyak dari kamu. Tetap semangat dan terus menjadi pribadi yang lebih baik seperti apa yang menjadi rencana Tuhan buat hidupmu* *big hug*